Kamis, 15 Desember 2011

Syndrom Sjogren

BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit
autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya memberikan
gejala kekeringan persisten pada mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer
saliva dan lakrimalis. Sindrom Sjogren diklasifikasikan sebagai Sindrom Sjogren Primer
bila tidak berkaitan dengan penyakit autoimun sistemik dan Sindrom Sjogren Sekunder
bila berkaitan dengan penyakit autoimun sistemik lain dan yang paling sering adalah
Artritis Reumatoid, SLE dan Sklerosis Sistemik. Sindrom Sjogren Primer paling banyak
ditemukan sedangkan Sindrom Sjogren Sekunder hanya 30 % kejadiannya.1
Sindrom Sjogren bisa dijumpai pada semua umur, sering umur 40-60 tahun
terutama perempuan dengan perbandingan perempuan dengan pria 9:1. Sampai saat ini
prevalensinya belum diketahui dengan pasti, diperkirakan prevalensi Sindrom Sjogren
sekitar 0,1 – 0,6 % karena seringnya sindrom ini bertumpang tindih dengan penyakit
rematik lainnya. Selain itu gejala klinik yang muncul pada awal penyakit sering tak
spesifik, di Amerika diperkirakan penderita Sindrom Sjogren sekitar 2-4 juta orang,
hanya lima puluh persen saja yang tidak tegak diagnosanya dan hampir 60 % ditemukan
bersamaan dengan penyakit autoimun lainnya antara lain Artritis rematoid, SLE dan
Sklerosis Sistemik.2
Sindrom Sjogren pertama kali dilaporkan oleh Hadden, Leber dan Mikulicz tahun
1880, kemudian Sjogren di Swedia tahun 1933 melaporkan bahwa Sindrom Sjogren
terkait dengan poliartritis dan penyakit sistemik lainnya. Pada tahun 1960 baru ditemukan
adanya autoantibodi anti–Ro(SS-A) dan anti-La(SS-B). Sinonim antara lain Mickuliczs
Disease, Gougerots Syndrome, Sicca Syndrome dan autoimmune exocrinopathy 1.2
Etiologi Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat
peranan faktor genetik dan non genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren. Dilaporkan
adanya kaitan antara Sindrom Sjogren dengan HLA DR dan DQ.
Gejala kliniknya tidak terbatas hanya pada gangguan sekresi kelenjer tetapi disertai
pula dengan gejala sistemik atau ektraglandular. Gejala awal biasanya ditandai dengan pula dengan gejala sistemik atau ektraglandular. Gejala awal biasanya ditandai dengan

Secara histopatologi kelenjer eksokrin penuh dengan infiltrasi limfosit yang mengantikan
epitel yang berfungsi untuk sekresi kelenjer (exocrinopathy). 1.2
Diagnosis Sindrom Sjogren sebenarnya relatif mudah, tetapi untuk Sindrom
Sjogren Primer biasanya lebih sulit karena pasien menunjukkan 3 gejala utama yaitu
mata kering, mulut kering dan keluhan muskuloskletal dan biasanya pasien berobat
kespesialis yang berbeda-beda.1.2
Penatalaksanaan Sindrom Sjogren meliputi pengelolaan disfungsi sekresi kelenjer
air mata dan saliva, pencegahan dan pengelolaan sekuele serta pengelolaan manifestasi
ektraglandular. Sampai saat ini masih belum ada satu pengobatan yang ditujukan untuk
semua manifestasi Sindrom Sjogren.Walaupun Sindrom Sjogren bukan merupakan
penyakit yang ganas tapi keluhan mata dan mulut kering yang persisten dapat
mengurangi kualitas hidup dan dalam perkembangannya dapat menjadi limfoma yang
dapat menyebabkan kematian.1
Manifestasi klinis Sindrom Sjogren ini sering tumpang tindih dengan penyakit
rematik lain sehinga diperlukan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang cermat untuk dapat
menegakkan diagnosis sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat, untuk itulah
tinjauan kepustakaan ini disusun.





BAB II
DEFINISI DAN ETIOLOGI SINDROM SJOGREN
2.1. DEFINISI.
Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit
autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya memberikan
gejala kekeringan persisten dari mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer
saliva dan lakrimalis.1
2.2. ETIOLOGI
Etiologi Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat
peranan faktor genetik dan non genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren. Dilaporkan
adanya kaitan antara Sindrom Sjogren dengan HLA DR dan DQ. Kaitan antara HLA dan
Sindrom Sjogren didapatkan hanya pada pasien yang meliputi antibodi anti SS-A dan
atau anti SS-B. Diperkirakan terdapat peranan infeksi virus (Epstein-Barr, Coxsackle,
HIV dan HCV ) pada patogenesis Sindrom Sjogren.1.3.4
Hubungan Sindrom Sjogren dengan Hepatitis Virus C dulu masih diperdebatkan,
baru tahun 1922 Haddad di Spanyol mendapatkan gambaran histologi Sindrom Sjogren
pada 16 pasien dari 28 pasien Hepatitis virus C, sejak saat itu lebih dari 250 kasus
Sindrom Sjogren yang berhubungan dengan Hepatiti virus C dilaporkan.4 Tahun 1994
didapatkan sebanyak 4 % pasien Hepatitis autoimun pada pasien Sindrom Sjogren
Primer, sedangkan survei terbaru tahun 2008 terdapat 2 kasus Hepatitis autoimun dari
109 pasien Sindrom Sjogren Primer.5
Hubungan pasien pasien Sindrom Sjogren dengan SLE dilaporkan di Athens dari
283 pasien SLE terdapat 26 (9,2%) memenuhi kriteria Sindrom Sjogren, sedangkan di
China terdapat 35 (6,5 %) pasien memenuhi kriteria Sindrom Sjogren dari 542 pasien
SLE. 5
Berdasarkan AECC kriteria terdapat 19 (14 %) pasien memenuhi kriteria Sindrom
Sjogren dari 133 pasien Sklerosis sistemik. S5

IMUNOPATOLOGI
Gambaran histopatologi pada kelenjer lakrimalis dan saliva adalah periductal
focal lymphocytic infiltration. Limfosit yang paling awal mengilfiltrasi kelenjer saliva
adalah sel T terutama CD45RO dan sel B CD20+. Pada Sindrom Sjogren ini juga
didapatkan peningkatan B cell Activating Factor (BAFF), yang merangsang pematangan
sel B. Kadar plasma BAFF pada pasien Sindrom Sjogren berkorelasi dengan autoantibodi
disirkulasi dan pada jangka panjang mungkin berperanan pada terjadinya limfoma.
Pada sebagian besar pasien Sindrom Sjogren terjadi peningkatan imunoglobulin
dan autoantibodi. Autoantibodi ini ada yang nonspesifik seperti Faktor Reumatik, ANA
dan yang spesifik Sindrom Sjogren seperti anti Ro (SS-A) dan anti LA (SS-B). Peran anti
Ro dan anti–La pada patogenesis Sindrom Sjogren masih belum jelas. Tetapi pada wanita
hamil bisa menyebabkan komplikasi, dimana setelah kehamilan 20 minggu antibodi ini
bisa menembus plasenta dan mengakibatkan inflamasi pada sistim konduksi jantung janin
sehingga menyebabkan 1%-2 % congenital heart block.1.3.6 Suatu penelitian di Norway
mendapatkan dari 58 pasien Sindrom Sjogren yang hamil, 2 orang anaknya mengalami
congenital heart block.7

PATOFISIOLOGI
Reaksi imunologi yang mendasari patofisiologi Sindrom Sjogren tidak hanya
sistim imun selular tetapi juga sistim imun humoral. Bukti keterlibatan sistim humoral ini
dapat dilihat adanya hipergammaglobulin dan terbentuknya autoantibodi yang berada
dalam sirkulasi.
Gambaran histopatologi yang dijumpai pada SS adalah kelenjer eksokrin yang
dipenuhi dengan infiltrasi dominan limfosit T dan B terutama daerah sekitar kelenjer dan
atau duktus, gambaran histopatologi ini dapat ditemui dikelenjer saliva, lakrimalis serta
kelenjer eksokrin yang lainnya misalnya kulit, saluran nafas, saluran cerna dan vagina.
Fenotip limfosit T yang mendominasi adalah sel T CD 4 +. Sel-sel ini memproduksi
berbagai interleukin antara lain IL-2, IL-4, IL-6, IL1 A dan TNF alfa sitokin-sitokin ini
merubah sel epitel dan mempresentasikan protein, merangsang apoptosis sel epitel
kelenjer melalui regulasi fas. Sel B selain mengfiltrasi pada kelenjer, sel ini juga
memproduksi imunoglobulin dan autoantibodi.
Adanya infiltrasi limfosit yang menganti sel epitel kelenjer eksokrin,
menyebabkan penurunan fungsi kelenjer yang menimbulkan gejala klinik. Pada kelenjer
saliva dan mata menimbulkan keluhan mulut dan mata kering. Peradangan pada kelenjer
eksokrin pada pemeriksaan klinik sering dijumpai pembesaran kelenjer.
Gambaran serologi yang didapatkan pada SS biasanyan suatu gambaran
hipergammaglobulin. Peningkatan imonuglobulin antara lain faktor reumatoid, ANA dan
antibodi non spesifik organ. Pada pemeriksaan dengan teknik imunofloresen Tes ANA
menunjukan gambaran spekled yang artinya bila diekstrak lagi maka akan dijumpai
autoantibodi Ro dan La.
Adanya antibodi Ro dan anti La ini dihubungkan dengan gejala awal penyakit,
lama penyakit, pembesaran kelenjer parotis yang berulang, splenomegali, limfadenopati
dan anti La sering dihubungkan dengan infiltrasi limfosit pada kelenjer eksokrin minor.
Faktor genetik, infeksi, hormonal serta psikologis diduga berperan terhadap
patogenesis, yang merangsang sistim imun teraktivasi.1.2
  

BAB III
MANIFESTASI KLINIS SINDROM SJOGREN
Gambaran klinik Sindrom Sjogren sangat luas berupa suatu eksokrinopati yang
disertai gejala sistemik dan ektraglandular. Xerostomia dan xerotrakea merupakan
gambaran eksokrinopati pada mulut .Gambaran eksokrinopati pada mata berupa mata
kering atau keratokonjungtivitis sicca akibat mata kering. Manifestasi ektraglandular
dapat mengenai paru-paru, ginjal, pembuluh darah maupun otot. Gejala sistemik yang
dijumpai pada Sindrom Sjogren sama seperti penyakit autoimun lainnya dapat berupa
kelelahan, demam, nyeri otot, artritis. Poliartritis non erosif merupakan bentuk artritis
yang khas pada Sindrom Sjogren. Raynauds phenomena merupakan gangguan vaskuler
yang sering ditemukan, biasanya tanpa disertai teleektasis ataupun ulserasi pada jari.
Manifestasi ektraglandular lainnya tergantung penyakit sistemik yang terkait misalnya
AR, SLE dan skerosis sistemik. Meskipun Sindrom Sjogren tergolong penyakit autoimun
yang jinak, sindrom ini bisa berkembang menjadi suatu malignansi. Hai ini diduga
adanya transformasi sel B kearahan keganasan.2
MATA
Kelainan mata akibat Sindrom Sjogren adalah KeratoConjungtivitis Sicca (KCS).
KCS terjadi akibat penurunan produksi kelenjer air mata dalam jangka panjang dan
perubahan kualitas air mata. Gejala klinis berupa rasa seperti ada benda asing dimata,
rasa panas seperti terbakar dan sakit dimata, tidak ada air mata, mata merah dan
fotofobia. Beberapa pasien KCS ada yang asimtomatik. Pemeriksaan yang dilakukan
untuk penilaian KCS adalah Slit lamp dan pemeriksaan Rose Bengal atau Lissamin
green. Pemeriksaan jumlah produksi air mata dilakukan dengan Schimer test. Bila
hasilnya < 5 mm dalam 5 menit menunjukan produksi yang kurang.1.3
Menurunnya produksi air mata dapat merusak epitel kornea maupun konjungtiva,
bila kondisi ini berlanjut, maka kornea maupun konjungtiva mendapat iritasi kronis,
iritasi kronis pada epitel kornea dan konjungtiva memberikan gambaran klinik
keratokonjungtivitis Sicca. Pada pemeriksaan terdapat pelebaran pembuluh darah
didaerah konjungtiva, perikornea dan pembesaran kelenjer lakrimalis.2

Tabel 1. DIAGNOSIS BANDING MATA KERING 3
Sjogren Syndrome(keratoconjunctivitis)
Conjunctival cicatrization
    1. Stevens Johnson Syndrome
    2. Ocular cicatricial pemphigoid
    3. Drud induced pseudopemphigoid
    4. Trachoma
    5. Graft-vs-host disease
Anticholinergic drug effects
AIDS-associated keratoconjunctivitis sicca
Trigeminal or facial nerve paralysis
Vitamin A deficiency (xerophthalmia)

MULUT
Pada awal penyakit gejala yang paling sering adalah mulut kering (xerostomia).
Keluhan lain adalah kesulitan mengunyah dan menelan makanan, kesulitan mengunakan
gigi bawah serta mulut rasa panas. Tetapi beberapa pasien ada yang tanpa gejala.
Pemeriksaan yang paling spesifik untuk kelenjer saliva pasien Sindrom Sjogren adalah
biopsi Labial Salivary Gland ( LSG). Pemeriksaan biopsi LSG tidak diperlukan pada
pasien yang sudah terbukti terdapat KCS dan anti Ro atau anti La. Fungsi kelenjer saliva
dapat dinilai dengan mengukur unstimulated salivary flow selama 5-10 menit.1
Keluhan xerostomia merupakan eksokrinopati pada kelenjer ludah yang
menimbulkan keluhan mulut kering karena menurunnya produksi kelenjer saliva. Akibat
mulut kering ini sering pasien mengeluh kesulitan menelan makanan dan berbicara lama.
Selain itu kepekaan lidah berkurang dalam merasakan makanan, gigi banyak yang
mengalami karies. Pada pemeriksaan fisik didapatkan mukosa mulut yang kering dan
sedikit kemerahan, atropi papila filiformis pada pangkal lidah, serta pembesaran
kelenjer.2

Tabel 2. DIAGNOSIS BANDING MULUT KERING 3
Chronically administered drugs(antidepressants, parasympatholytics,neuroleptics
Sjogrens syndrome
Sarcoidosis tuberculosis
HIV or hepatitis C infection
Uncontrolled diabetes
Amyloidosis
Therapeutic radiation to head and neck
Graft-vs-host disease

PEMBESARAN KELENJER PARATIROID
Sekitar 20-30 % pasien Sindrom Sjogren Primer mengalami pembesaran kelenjer
parotis atau submandibula yang tidak nyeri. Pembesaran kelenjer ini bisa mengalami
tranformasi menjadi limfoma.2.3

Gambar 3. PEMBESARAN KEL. PAROTIS PASIEN SINDROM SJOGREN 6
Suatu penelitian mendapatkan 98 orang dari 2311 pasien Sindrom Sjogren (4%)
berkembang menjadi limfoma, sementara Ioannidis mendapatkan 38 pasien berkembang
menjadi limfoma pada 4384 pasien Sindrom Sjogren 8
ORGAN LAIN
Kekeringan bisa terjadi pada saluran nafas serta orofaring yang sering
menimbulkan suara parau, bronkitis berulang, serta pneumonitis. Gejala lain yang
mungkin dijumpai adalah menurunnya produksi kelenjer pankreas.2
Kekeringan juga juga bisa terjadi pada vagina, suatu penelitian pada 169 pasien
Sindrom Sjogren, 26 % pasien juga mempunyai keluhan vagina kering.9
MANIFESTASI EKTRAGLANDULAR
Banyak sekali manifestasi ektraglandular pada Sindrom Sjogren yaitu artritis atau
artralgia (25%-85%), fenomena raynaud (13%-62%), tiroiditis autoimun Hashimoto
(10%-24%), renal tubular asidosis (5%-33%), sirosis bilier primer dan hepatitis autoimun
(2%-4%), penyakit paru (7%-35%) seperti batuk kronik, fibrosis paru, alveolitis dan
vaskulitis (9%-32%). Resiko terjadinya limfoma meningkat pada pasien SS.1.3
MANIFESTASI KULIT
Manifestasi kulit merupakan gejala ektraglandular yang paling sering dijumpai,
dengan gambaran klinik yang luas. Kulit kering dan gambaran vaskulitis merupakan
keluhan yang sering dijumpai. Manifestasi vaskulitis pada kulit bisa mengenai pembuluh
darah sedang maupun kecil. Vaskulitis pembuluh darah sedang biasanya terkait dengan
krioglobulin dan vaskulitis pada pembuluh darah kecil berupa purpura. Dikatakan bahwa
vaskulitis dikulit merupakan petanda prognosis buruk.2



Tabel 3. MANIFESTASI KULIT PADA SINDROM SJOGREN PRIMER4
A. Kutaneus Vaskulitis :
Sjogren Sindrom yang terkait dengan vaskulitis pembuluh darah kecil.
Kyoglobulinemia vaskulitis
Vaskulitis Urtikaria
Sindrom Sjogren yang terkait dengan vaskulitis pembuluh darah sedang
B. Manifestasi kutaneus yang lain
Fotosensitif cutaneus lesion
Erytema nodosum
Livedoretikularis
Trombositopenia purpura
Lichen planus
Vitiligo
Nodular Vaskulitis
Kutaneus amyloidosis
Granuloma anuler
Granulomatus panikulitis.

MANIFESTASI PARU
Manifestasi paru yang paling menonjol yaitu gambaran penyakit bronkial dan
bronkiolar dan saluran nafas kecil. Penyakit paru Intertisial lebih sering dijumpai pada
Sindrom Sjogren Primer dengan gambaran patologi infiltrasi limfosit pada intersisial atau
fibrosis yang berat. Adanya pembesaran kelenjer limfe yang parahiler yang sering
menyerupai suatu limfoma (pseudolimfoma). Manifestasi paru pada Sindrom Sjogren
Primer dan Sekunder memberikan gambaran yang berbeda. Pada Sindrom Sjogren
Sekunder, manifestasi parunya disebabkan oleh primer penyakit yang mendasari.2
MANIFESTASI PEMBULUH DARAH
Vaskulitis ditemukan sekitar 5 % dapat mengenai pembuluh darah sedang
maupun kecil dengan manifestasi klinik berbentuk purpura, urtikaria yang berulang,
ulkus kulit dan mononeuritis multipel. Vaskulitis pada organ internal jarang ditemukan.
Raynaunds fenomena dijumpai pada 35 % kasus dan biasanya muncul setelah
sindrom sicca terjadi sudah bertahun-tahun, tanpa disertai teleektasis dan ulserasi 2
MANIFESTASI PADA GINJAL
Keterlibatan ginjal hanya ditemukan sekitar 10 %. Manifestasi yang tersering
berupa kelainan tubulus dengan gejala subklinis. Gambaran kliniknya dapat berupa
hipophospaturia, hipokalemia, hiperkloremia, renal tubular asidosis tipe distal. Yang
sering dijumpai diklinik gambarannya tidak jelas dan seringkali menimbulkan komplikasi
batu kalsium dan gangguan fungsi ginjal. Gejala hipokalemia seringkali dijumpai diklinik
dengan manifestasi kelemahan otot. Pada biopsi ginjal didapatkan infiltrasi limfosit pada
jaringan intersisial.2
MANIFESTASI NEUROMUSKULAR
Manifestasi neurologi yaitu diakibatkan vaskulitis pada sistim syaraf dengan
manifestasi klinik neuropati perifer. Kranial neuropati juga dapat dijumpai pada Sindrom
Sjogren, biasanya mengenai serat saraf tunggal, misalnya neuropati trigeminal atau
neuropati optik, neuropati sensorik merupakan komplikasi neurologi yang sering.
Kelainan muskular hanya berupa mialgia dengan enzim otot dalam batas normal.2

Tabel 4. MANIFESTASI SISTIM SYARAF PUSAT PADA SINDROM SJOGREN 2
- Multipel Skerosis like disease
- Mielopati : Akut dan kronis myelitis Central
pontine myelinelisis
- Parkinson
- Dyastonic spasme
- Bells palsy
- Neuritis optik
- SSP Vaskulitis SSP T limfoma
- Cerebral amyloid angiopathy



GAMBARAN GASTRO INTESTINAL
Keluhan yang sering dijumpai adalah disfagia, karena kekeringan daerah
kerongkongan, mulut dan esofagus, disamping itu faktor dismotilitas esofagus akan
menambah kesulitan proses menelan. Mual dan nyeri perut daerah epigastrik juga sering
dijumpai. Biopsi mukosa lambung menunjukan gastritis kronik atropik yang secara
histopatologi didapatkan infiltrasi limfosit. Gambaran ini persis seperti yang didapatkan
pada kelenjer liur. Hepatomegali, peningkatan alkali fosfatase, sirosis bilier primer lebih
sering pada tipe primer.2
ARTRITIS
Lima puluh persen gejala artritis pada Sindrom Sjogren, artritisnya mungkin
muncul lebih awal sebelum gejala sindrom sicca muncul. Artritis pada Sindrom Sjogren
tidak erosif. Artralgia, kaku sendi, sinovitis, poliartitis kronis gejala lain yang mungkin
dijumpai.2



BAB IV
DIAGNOSIS SINDROM SJOGREN
Lebih dari 10 kriteria diagnosis dan klasifikasi untuk Sindrom Sjogren telah
dibuat. Kriteria paling baru adalah dari American-European Consensus Group
Classification Criteria.1

Tabel 5. Kriteria American-European Consesus Group classification Criteria 1.3.10
I. Ocular symptoms : a positif response to at least one of the following questions:
1. Have you had daily, persistent, troublesome dry eyes for more than 3 months
2. Do you have a recurrent sensation of sand or gravel in the eyes.
3. Do you use tear substitutes more than 3 times a day.
II. Oral Symptoms : a positif response to at least one of the following questions :
1. Have you had a daily feeling of dry mouth for more than 3 months
2. Have you had recurrently or persistently swollen salivary glands as an adult.
3. Do you frequently drink liquids to aid in swallowing dry food.
III. Ocular signs : a positif result for at least one of the following two test :
1. Schirmer I test, performed without anesthesia < 5 mm in 5 minutes
2. Rose Bengal score or other ocular dye score (>4 on the van Bijsterveled scale )
IV. Histopathology : In minor salivary glands (obtained through normal-appearing mucosa )
focal lymphocytic sialadenitis, evaluated by an expert histopathologist, with a focus
score > 1, defined as a number of lymphocitic foci (which are adjacent to normalappearing
mucous acini and contain more than 50 lymphocites ) per 4 mm of
glandular tissue.
V. Salivary glang involvement : a positif result for at least one of the following
1. Unstimulated whole salivary flow <1,5 ml in 15 minutes
2. Parotid sialography showing the presence of diffuse sialectasis (punctuate,
cavitary,or destructive pattern) without evidence of major duct obstruction
3. Salivary scintigraphy showing delayed uptake, reduced concentration, and or
delayed excretion of tracer.
VI. Autoantibodies : presence in the serum of the following : Antibodies to Ro (SS-A) or La
(SS-B) antigen, or both.


Rules for Classification
For primary SS: In patient without any potentially associated disease
1. Presence of any 4 of the 6 items indicates pSS as long as either item
IV(histopathology) or VI (serology) is positive.
2. Presence of any 3 of the 4 objective criteria items (item III,IV,V,VI)
3. The classification tree procedure (best used in clinical epidemiological surveys)
For secondary SS: patient with a potentially associated disease (another well-defined
connective tissue disease), the presence of item I or item II plus any 2 from among items
III, IV and V

Exclusion criteria: Past head and neck radiation treatment; hepatitis C infection;acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS); preexisting lymphoma;sarcoidosis, graft-vs-host
disease, use of anticholinergic drugs (since a time shorter than fourfold the half-life of the
drug)

GAMBARAN LABORATORIUM
Pada pasien Sindrom Sjogren sering didapatkan peningkatan immunoglobulin
serum poliklonal dan sejumlah auto antibodi yang sesuai dengan aktifitas kronik sel B.
Laju endap darah meningkat sesuai dengan peningkatan globulin gama. Suatu penelitian
multisenter dari 400 pasien Sindrom sjogren berdasarkan kriteria The European
Community Preliminary Criteria tahun 1993 didapatkan Anti Ro 40 % dan anti- La pada
26 %, ANA pada 74 % dan faktor rematoid pada 38 % pasien Sindrom Sjogren. Kelainan
hematologi yang bisa didapatkan pada Sindrom Sjogren adalah anemia 20 %, lekopenia
16% dan trombositopenia 13 %.1.3 hipergammaglobulin ditemukan hampir pada 80 %
pasien.2
Suatu penelitian di London yang mengevaluasi 34 pasien dengan keluhan mata
dan mulut kering tapi tidak termasuk Sindrom Sjogren dikenal dengan Dry Eyes and
Mouth Syndrome (DEMS) pada pemeriksaan anti Ro dan anti La semuanya negatif
walaupun ANA positif (19 %) 11




BEBERAPA TES UNTUK MENDIAGNOSIS KERATOKONJUNTIVITIS.
A. TES SCHIMERS
Tes ini digunaka untuk mengevaluasi produksi kelenjer air mata. Tes dilakukan
dengan menggunakan kertas filter dengan panjang 30 mm, caranya kertas ditaruh
dikelopak mata bagian bawah dibiarkan selama 5 menit. Setelah 5 menit
kemudian dilihat berapa panjang pembasahan air mata pada kertas filter, bila
pembasahan kurang dari 5 mm dalam 5 menit maka tes positif.2
Suatu penelitian di Spanyol yang menggunakan Pilokarpin 5 mg sublingual pada
60 pasien Sindrom sjogren primer, 46 pasien yang rendah produksi salivanya, 22
orang diantaranya terdapat peningkatan produksi saliva setelah menggunakan 5
mg Pilokarpin12


B. ROSE BENGAL STAINING
Keratokonjungtivitis merupakan sequele pada kornea dan konjungtiva karena
menurunnya air mata. Dengan pengecatan Rose bengal yang menggunakan anilin,
yang dapat mewarnai epitel kornea maupun konjungtiva. Dengan pengecatan ini
keratokonjungtivitis sicca tampak sebagai keratitis puntata, bila dilihat dengan slit
lamp. Tear film break up : tes ini dilakukan untuk melihat kecepatan pengisian
flouresin pada kertas film.
C. SIALOMETRI
Sialometri adalah pengukuran kecepatan produksi kelenjer liur tanpa adanya
rangsangan, baik untuk mengukur kelenjer parotis, submandibula, sublingual
ataupun total produksi kelenjer liur. Pada Sindrom Sjogren menunjukan
penurunan kecepatan sekresi.2 Suatu penelitian di Spanyol untuk memeriksa
fungsi kelenjer ludah pasien Sindrom Sjogren dengan menggunakan pilokarpin 5
mg sublingual apakah terjadi peningkatan produksi kelenjer saliva setelah
pemberian pilokarpin 5 mg, dari 60 pasien pSS diukur Basal Saliva Flow (BSF)
pada semua pasien dimana BSF < 1,5 ml/15 menit berarti abnormal. Dari 60
pasien terdapat 46 pasien dengan BSF < 1,5 ml , kemudian diberi pilokarpin 5 mg
(SSF = Stimulated salivary Flow ). Hasil didapatkan setelah pemberian pilokarpin
terdapat peningkatan produksi saliva.12
D. SIALOGRAFI
Pemeriksaan secara radiologi untuk menetapkan kelainan anatomi pada saluran
kelenjer eksokrin. Pada pemeriksaan ini tampak gambaran teleektasis.
E. SKINTIGAFI
Untuk mengevaluasi kelenjer dengan mengunakan 99m Tc, dengan pemeriksaan
ini dilihat ambilan 99m Tc dimulut selama 60 menit setelah injeksi intravena.
F. BIOPSI
Biopsi kelenjer eksokrin minor memberikan gambaran yang sangat spesifik yaitu
tampak gambaran infiltrasi limfosit yang dominan.2
Biopsi kelenjer saliva minor merupakan gold standar untuk diagnosis Sindrom
Sjogren.6

DIAGNOSIS SINDROM SJOGREN
Banyak gejala Sindrom Sjogren yang non spesifik sehingga seringkali
menyulitkan dalam mendiagnosis. Ketepatan membuat diagnosis diperlukan waktu
pengamatan yang panjang. Oleh karena manifestasi yang luas dan tidak spesifik akhirnya
American European membuat suatu konsensus untuk menegakkan diagnosis Sindrom
Sjogren, kriteria ini mempunyai sensitivitas spesifisitas sebesar 95 %.
Adapun kriteria tersebut :
Gejala mulut kering
Gejala mata kering
Tanda mata kering dibuktikan dengan tes schimer atau tes Rose bengal
Tes fungsi kelenjer saliva, abnormal flow rate dengan skintigrafi /sialogram
Biopsi kelenjer ludah minor
Autoantibodi (SS-A, SS-B)
SS bila memenuhi 4 kriteria, satu diantaranya terbukti pada biopsi kelenjer eksokrin
minor atau positif antibodi.2
Suatu penelitian melaporkan dari 3000 pasien Sindrom Sjogren rata-rata waktu
mulai timbul keluhan sampai diagnosis adalah 6,5 tahun.3
Tabel 6. PENYAKIT SISTEMIK TERKAIT DENGAN SINDROM SJOGREN 2
Artritis rematoid
Lupus Eritematosus sistemik
Skleroderma
Mixed connective tissue disease
Sirosis bilier primer
Miositis
Vaskulitis
Tiroiditis
Hepatitis kronik aktif
Mixed cryoglobulinemia



BAB V
PENATALAKSANAAN SINDROM SJOGREN
Tatalaksana Sindrom Sjogren meliputi tatalaksana akibat disfungsi sekresi
kelenjer dimata dan mulut dan manifestasi ektraglandular.
Prinsipnya hanyalah simtomatis mengantikan fungsi kelenjer eksokrin dengan
memberikan lubrikasi.
MATA
Pengobatan untuk mata meliputi penggunaan air mata buatan bebas pengawet
untuk siang hari dan salep mata untuk malam hari.23 Lubrikasi pada mata kering dengan
tetes mata buatan membantu mengurangi gejala akibat sindrom mata kering. Untuk
mengurangi efek samping sumbatan drainase air mata pengganti bisa diberikan lensa
kontak, tetapi resiko infeksi sangat besar. Tetes mata yang mengandung steroid sebaiknya
dihindarkan karena merangsang infeksi.
Bila gagal dengan terapi tersebut dapat diberikan sekretagogum yaitu stimulat
muskarinik reseptor. Ada dua jenis sekretagogum yang beredar di pasaran yaitu golongan
pilokarpin dan cevimelin. Dosis pilokarpin 5 mg 4 kali sehari selama 12 minggu
sedangkan cevimelin 3 x 30 mg diberikan 3 kali sehari.
MULUT
Pengobatan kelainan dimulut akibat Sindrom Sjogren meliputi pengobatan dan
pencegahan karies, mengurangi gejala dimulut, memperbaiki fungsi mulut. Pengobatan
xerostomia sangat sulit sampai saat ini belum ada obat yang dapat untuk mengatasinya.
Pada umumnya terapi ditujukan pada perawatan gigi, kebersihan mulut, merangsang
kelenjer liur, memberi sintetik air liur. Pada kasus ringan digunakan sugar-free lozenges,
cevimeline atau pilokarpin. Pengobatan kandidiasis mulut pada kasus yang masih ada
produksi saliva dapat digunakan anti jamur sistemik seperti flukonazol, sedang pada
kasus yang tidak ada produksi saliva digunakan anti jamur topikal.23
EKTRAGLANDULAR
OAINS digunakan bila ada gejala muskuloskeletal, hidroksi klorokuin digunakan
untuk atralgia, mialgia hipergammaglobulin. Kortikosteroid sistemik 0,5-1 mg/kgBB/hari
dan imunosupresan antara lain siklofosfamid digunakan untuk mengontrol gejala
ekstraglandular misalnya difus intersisial lung disease, glomerulonefritis, vaskulitis.13

OBAT YANG DIGUNAKAN UNTUK TERAPI SINDROM SJOGREN
1. Muskarinik agonis (Pilokarpin dan Cevimelin) digunakan untuk terapi sicca
symptoms karena merangsang reseptor M1 dan M3 pada kelenjer ludah sehingga
meningkatkan fungsi sekresi.8 Suatu penelitian pasien Sindrom Sjogren yang
diterapi dengan Pilokarpin 4 x 5 mg selama 12 minggu terdapat perbaikan
keluhan. Sementara itu penelitian lain menggunakan Cevimelin dengan dosis 3 x
15 mg/30 mg selama 6 minggu juga dapat memperbaiki keluhan.13
Sedangkan penelitian di Loannina.Greece pada 29 pasie SS yang mendapat
Pilokarpin 2 x 5 mg selama 12 minggu juga terdapat perbaikan keluhan.14
Suatu penelitian pada 373 pasien Sindrom Sjogren primer dan sekunder yang
diterapi dengan Pilokarpin 4 x 5 mg/hari (20 mg) selama 12 minggu terdapat
perbaikan keluhan mata dan mulut kering.15
Pilokarpin dapat meningkatkan produksi kelenjer saliva dan mata. Efek samping
pilokarpin berupa keringat yang berlebih, diare, rasa panas dikulit terutama
disekitar wajah dan leher, nyeri otot, ingusan dan gangguan penglihatan.16
2. Agen Biologik
Suatu penelitian oleh steinfeld pada 16 pasien sindrom sjogren primer yang
diterapi dengan infus Infliximab 3mg/kg pada minggu 0, minggu2, minggu6
terdapat perbaikan keluhan 8
Penggunaan Rituximab infus 375 mg/m2 dengan prednison 25 mg i.v pada 8
pasien sindrom sjogren primer selama 12 minggu dapat mengurangi keluhan mata
dan mulut kering.17
3.Terapi lain
Penelitian Miyawaki 20 pasien Sindrom Sjogren diterapi dengan prednisolon
secara siknifikan menurunkan serum IgG, anti-Ro/SS 8
Hidroksiklorokuin yang digunakan untuk terapi malaria juga digunakan untuk
penyakit autoimun dan dari penelitian pada 14 pasien Sindrom sjogren primer
dapat meningkatkan produksi kelenjer ludah setelah diterapi selama 6 bulan.18.19
Sedangkan penelitian lain yang mengunakan Hidroksiklorokuin dengan dosis 400
mg /hari selama 12 bulan pada 19 pasien Sindrom Sjogren tidak terdapat
perbaikan keluhan.20
PROGNOSIS
Prognosis pada pasien Sindrom Sjogren tidak banyak yang meneliti, walaupun
Sindrom Sjogren bukan merupakan penyakit yang ganas namun
perkembangannya dapat terjadi vaskulitis dan limfoma dan kedua hal tersebut
dapat menyebabkan kematian pada pasien Sindrom Sjogren.21.22

  
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
1. Sindrom Sjogren adalah penyakit autoimun yang menyebabkan disfungsi produksi
kelenjer saliva dan lakrimalis yang selanjutnya mengakibatkan gejala dan
komplikasi akibat disfungsi kelenjer tersebut
2. Diagnosis Sindrom Sjogren sebenarnya tidak terlalu sulit, tetapi perlu ketelitian dan
perhatian terhadap kemungkinan SS pada pasien dengan gejala akibat disfungsi
kelenjer lakrimalis dan saliva seperti mulut kering, mata kering dan rasa seperti ada
benda asing (seperti ada pasir ), serta memperhatikan adanya gejala tersebut pada
pasien yang beresiko SS seperti pada pasien artritis rematoid
3. Tatalaksana SS terdiri dari tatalaksana akibat disfungsi kelenjer lakrimalis dimata
dan disfungsi kelenjer saliva di mulut, tatalaksana sekuele dan tatalaksana
manifestasi ektraglandular.
5.2. SARAN
Perlu anamnesa dan pemeriksaan fisik serta laboratorium untuk dapat menegakkan
diagnosis Sindrom Sjogren karena sering penyakit ini tumpang tindih dengan penyakit
lain.


  


DAFTAR PUSTAKA
1. Sumariyono.Diagnosis dan tatalaksana Sindrom sjogren. Kumpulan makalah temu
ilmiah Reumatologi.2008:134-136.
2. Yuliasih. Sindrom sjogren. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.jilid II edisi IV. Pusat
Penerbitan IPD FKUI.2006:1193-1196.
3. Troy Daniels, DDS, MS. Sjogrens Syndrome.Primer on rheumatic
diseases.2008;13:389-397.
4. Casals MR.Font J. Primary Sjogren Syndrome: Current and emergent aetiopathogenic
concepts.Rheumatology.2005;44:1354-1367.
5. Brun JG. Madland TM. Gjesdal CB. Sjogren syndrome in an-out-patient clinic;
classification of patient according to the preliminary European criteria and and the
proposed modified European criteria. Rheumatol. 2005:41;301-304.
6. Price EJ. Venables PJ. Dry eyes and mouth syndrome, a subgroup of patient
presenting with sicca symptoms. Rheumatol. 2005:41;416-425.
7. Kassan SS. Marulampos M. Moutsopoulos MD. Clinical manifestation and early
diagnosis of sjogren syndrome. Arch. Int. Med. 2005:164;1275-1284.
8. Casals MR. Tzioufas AG. Front J. Primary sjogren syndrome; new clinic and
therapeutic concepts. Ann.Rheum. Dis. 2005:64;347-354.
9. Nicolas Delaleu. Malin V.Jonsson. New concepts in the pathogenesis of Sjogren
Syndrome.Rheum.Dis Clin N Am.2008;34:833-845.
10. Theander E.Lennart.Jacobsson TH. Relationship of Sjogren Syndrome to other
connective tissue and autoimmune disorders. Rheum. Dis Clin N Am. 2008;34:935-
947.
11. Rosas J. Casals MR. Ena J.Usefulness of basal and Pilocarpin stimulated salivary
flow in primary sjogren syndrome correlation with clinical immunological and
histological features. Rheumatology.2005;41:670-675.
12. Tsifetaki N.Kitsos CA. Paschides. Oral Pilocarpin for the treatment of ocular
symptoms in patient with Sjogren Syndrome. A randomized 12 weeks controlled
Study. Ann. Rheum. Dis.2005;62:1204-1207

13. Frederick B. Vivino MD.Pilocarpine tablets for the treatment of dry mouth and dry
eye symptoms in patient with Sjogren Syndrome.Arch Intern Med.20005;159:174-181.
14. Ramos-Casals M.Loustaud-Ratti V.De Vita S, et al. Sjogren syndrome associated
with hepatitis C virus. A multicenter analysis of 137 cases. Medicine.2005;84:81-89.
15. Carson S.Sjogren Syndrom. Kelleys Textbook of Rheumatology.2005;69:1105-1124.
16. Garcia-Carrasco M. Ramos-casals M. Rosas J, et al. Primary Sjogren syndrome.
Clinical and immunologic disease patterns in a cohort of 400 patient.
Medicine.2005;81:270-280.
17. Meijer JM.Pijpe J.Vissink A. Treatment of Primary Sjogren syndrome with
Rituximab; extended follow up, safety and efficacy of treatment. Annals of the
Rheumatic.Diseases.2009;68:284-285.
18. Markus R. Ulbrick R. Treatment of sicca symptoms with Hydroxychloroquine in
patients with Sjogren Syndrome.Rheumatology.2005;11:1093-1094.
19. Kruize AA. Hene RJ. Kallenberg CG. Hydroxycloroquine treatment for primary
sjogren syndrome; a two years double blind crossover trial. Annals of the Rheumatic
Diseases.2006;52:360-364.
20. Haga HJ. Gjesdal CG. Koksvik HS. Pregnancy outcome in patients with primary
sjogren syndrome, a case-control study. The Journal of Rheumatology.2005;32:1734-
1736.
21. Tsifetaki N.Kitsos CA. Paschides. Oral Pilocarpin for the treatment of ocular
symptoms in patient with Sjogren Syndrome. A randomized weeks controlled Study.
Ann. Rheum. Dis.2007;62:1204-1207.
22. Dawson L. Caulfield V. Hydroxy chloroquine therapy in patient with primary
sjogrens syndrome may improve salivary gland hypofunction by inhibition of
glandular cholinesterase. Rheumatology.2005;44:449-455.
23. Zeron Pb.Cassals MR. Prognosis of patient with primary sjogren syndrome.Med
Clin.2008;3:109-115.
24. Theander E. Manthorpe R. Jacobsson TH. Mortality and causes of death in primary
Sjogrens syndrome. Arthritis rheum.2008;50:1262-1269.









TINJAUAN KEPUSTAKAAN


SINDROM SJOGREN











ALIMUDIARNIS







SUB BAGIAN REMATOLOGI
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTASKEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP Dr.M.DJAMIL PADANG
2009





KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT penulis ucapkan karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tinja
uan pustaka ini yang berjudul “ SJOGREN
SINDROM. Tinjauan pustaka ini merupakan tugas dan persyaratan peserta Program
Pendidikan Dokter Spesialis I (PPDS) Bagian Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran
Universitasa Andalas Padang dalam menjalankan stase di sub bagian Rematologi.
Penulis menyadari tinjauan pustaka ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
diharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan tinkauan pustaka ini
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Najirman SpPD K-R yang telah
membimbing dan dan memberikan pengarahan selama menjalani stase di sub Bagian
Rematologi. Semoga menjadi amalan baik dan mendapat balasan Allah SWT, Amin.


Malang, Mei 2009
Penulis


















DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................................1
BAB II.DEFINISI DAN ETIOLOGI SJOGREN SINDROM.........................................3
BAB III. MANIFESTASI KLINIS...................................................................................6
BAB IV. DIAGNOSIS SJOGREN SINDROM...............................................................13
BAB V. PENATALAKSANAAN SJOGREN SINDROM.............................................18
BAB VI.PENUTUP...........................................................................................................21
6.1. KESIMPULAN...........................................................................................................21
6.2. SARAN.......................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................22